Who Am I?

Ilustrasi Pentingnya Menyadari Diri

But what then Am I? A thing which thinks”, begitu Descartes menarik kesimpulan setelah meneguhkan adagium cogito-nya. Bagi René, manusia menjadi manusia karena ia “menyadari” pikirannya. Sebuah temuan yang terkesan sederhana, namun merubah jalannya sejarah. Bagaimana tidak, ia berhasil mempengaruhi lahirnya era modernisme. Ia adalah cogito yang melahirkan sum; “pikiran” yang melahirkan “keakuan”. Karena itu, sebagian memaknai modernisme sebagai kelahiran “subjek” manusia baru; manusia yang tidak sekadar berpikir, tapi memiliki kedaulatan atas pikirannya.

Kelahiran diri atau second birth ini tidak hanya membuka bab baru di ranah psikologis dan epistemologis, melainkan juga berpengaruh bagi alam ontologis dan aksiologis. Maka, tidak berlebihan jika Kant lalu mendeklarasikan teorinya sebagai revolusi baru yang tidak kalah dari revolusi heliosentrisme. Sebagaimana dulu bumi dianggap sebagai pusat tata surya, dan itu keliru, dulu pun alam eksternal dianggap sebagai pusat pengetahuan, dan itu keliru. Kant menegaskan bahwa alam luar tidak tampak sebagaimana adanya, melainkan tampak sebagaimana yang kita pikirkan.

Sejak saat itu, keresahan tentang diri terus bergulir dan bermunculan dalam berbagai teori. Dari yang mekanistik sampai yang paling eksistensial dan transedental. Akhirnya, domain ini menjadi pasar ide yang ramai, namun jarang pembeli. Jika ada yang padat, hanya di level tengkulak-tengkulak, biasanya berbentuk motivasi.

Mungkin kita perlu ambil jalan tengahnya. Menemani dan memberanikan orang untuk mengunjungi pasar “megah” itu sambil membahasakannya secara populer, personal, dan relevan. Kita bahkan mungkin perlu membuat tenant baru yang khusus mengajak orang menyelami dirinya secara lebih kritis dan reflektif. Agaknya ini tidak akan menarik kalau dimulai dengan “busa-busa” filosofis. Kita harus memulainya dengan pertanyaan sederhana, misalnya:

  • Bagaimana kamu memperkenalkan dirimu ketika mengajukan lamaran kerja? Apakah deskripsi itu membuatmu puas?
  • Ketika kamu kencan pertama kali, apakah kamu yakin telah memperkenalkan dirimu secara jujur? Jika tidak, mengapa?
  • Bagaimana kamu membangun citra dirimu di medsos? Apakah citra itu menampilkan kamu apa adanya?
  • Atau lebih ekstrimnya, bayangkan ada makhluk dari planet lain yang tidak terikat dengan sistem norma dunia kita, kira-kira bagaimana kamu menceritakan dirimu padanya?
  • Bisakah kamu mendeskripsikan dirimu dalam karakter novel? Kira-kira gestur, postur, kebiasaan, hingga karakter apa yang akan kamu bangun menjadi parodi mewakili dirimu?
  • Mungkinkah orang lain telah menampilkan dirinya sebagaimana kamu mengenal diri mereka? Apakah kamu memberi kemungkinan telah ditipu oleh mereka? Siapakah mereka?
  • Unsur apa saja yang membentuk “manusia” dalam pandanganmu? Atau, unsur apa saja yang mengeluarkan seseorang dari “manusia” dalam pandanganmu?
  • Pernahkah kamu menghayati bagaimana kamu bisa memerintahkan badanmu bergerak semau dirimu? Kamu bisa duduk saat ini dan bisa berdiri di saat berikutnya, kok bisa ya?
  • Sebaliknya, pernahkah kamu menghayati momen-momen ketika tak bisa menggerakkan badan sesuai kehendakmu? Kira-kira apa makna tubuh bagimu?

Pertanyaan yang dekat dan bisa terbayang, ya kan? Pernakah kamu serius mengajukan pertanyaan tersebut pada dirimu? Ketimbang mengenyam teori yang kenyal dan susah digigit di pasar filsafat, yuk jawab pertanyaan di atas secara kritis dan filosofis. (MHR).

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× How can I help you?