Masalah kesenjangan sosial masih terus menjadi fenomena yang belum terselesaikan di negeri ini, kendati berbagai upaya kebijakan politik telah dilakukan dari masa ke-masa. Entah dimana problemnya, apakah karena sumber daya alam Indonesia tidak cukup untuk dikelola bagi kepentingan masyarakat? Atau pemerintah yang kurang serius untuk menghilangkan kesenjangan sosial? Atau jangan-jangan kesenjangan sosial adalah kutukan?
Dugaan terakhir rasanya kurang masuk akal untuk diterima, karena tidak sedikit orang yang berasal dari kelas miskin mampu mengubah nasibnya, dalam pengertian menjadi orang kaya atau setidak-tidaknya mampu mencukupi kelurganya dengan segala kebutuhannya karena memperoleh kesempatan dan ikhtiar yang cukup. Artinya, jika kemiskinan itu adalah kutukan atau takdir mustinya tiada daya dan upaya untuk merubahanya.
Begitu juga dugaan pertama tidak dapat diterima oleh akal sehat, sebab negara Ibu Pertiwi sangat melimpah sumber daya alamnya serta memiliki tanah yang subur.
Berdasarkan artikel yang diterbitkan GoodStats tahun 2024, diterangkan bahwa ditingakat Asia Pasifik, Indonesia menempati posisi keempat dengan negara sumber daya alam terbesar setelah Australia, Tiongkok, dan India. Dengan begitu Indonesia menempati posisi raja SDA dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia (ASEAN).
Jika dugaan pertama dan ketiga tidak termasuk kategori sebab, tinggal tersisa dugaan kedua yang dapat dianalisis. Namun saya pikir anda dapat menjawab dengan tepat persoalan klasik ini, terlebih telah tersedia berbagai karya yang dapat diakses sebagai referensi untuk melacak secara kritis sebab masalah kesenjangan sosial tidak dapat teratasi sampai saat ini.
Percakapan produktif dan solutif atas persoalan tersebut lebih tersedia sebagai jalan yang paling rasional, daripada menghabiskan tenaga untuk mencari dimana letak permasalahannya, karena saya yakin pelacakan sebabnya telah dilakukan oleh para peneliti. Kedua, saya khawatir tidak menghasilkan apa-apa yang dapat menumbuhkan pengharapan positif ditengah jurang kesenjangan yang semakin dalam apabila berfokus mendiskusikan tentang siapa yang salah, kendati secara hipotetis dengan mudah orang dapat menduga bahwa ini adalah kesalahan pemerintah, karena persoalan kemiskinan merupakan salah satu tanggung jawab utamanya, selain mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tentang kesenjangan sosial, ada satu institusi sosial yang dapat dihadirkan muncul sebagai solusi alternatif yaitu masjid (jika di saudara Kristen, Gereja. dll). Artinya, masjid sebagai intitusi yang akrab dengan hidup masyarakat, dapat dihadirkan sebagai wadah alternatif membantu tugas pemerintah untuk memberantas kesenjangan, atau paling tidak mengurangi kesenjangan sosial. Kendati mungkin tidak akan besar, tetapi percayalah hal itu akan sangat bermanfaat.
Perlu diingat kembali bahwa fungsi masjid sejak awal tidak hanya dalam pengertian individual, seperti hanya dijadikan sebagai tempat salat, atau tempat mengeluhkan nasib hidup kepada Allah. Artinya, harus diingat bahwa masjid lahir membawa juga fungsi sosial, sebagaimana tercermin pada masjid Nabawi (masjid peradaban-pen). Hal tersebut disampaikan M. Quraish Shihab dalam karyanya Wawasan Al-Qur’an, bahwa di masjid Nabawi selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial dan budaya), tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
Anda bayangkan betapa banyak manfaat sosial yang dapat dilahirkan apabila para pengurus masjid dan masyarakat pada umumnya melek terhadap fungsi masjid yang tidak terbatas hanya dalam pengertian individu. Manfaat yang dapat dilahirkan ialah termasuk mengatasi kesenjangan sosial.
Bayangkan saja jika masjid secara serentak melaksanakan fungsi sosialnya diberbagai tempat dan daerah dalam rangka mengatasi kesenjangan sosial, maka percayalah dengan proses sistematis 30-50% akan teratasi terutama yang berhubungan dengan sektor pekerjaan dan kesempatan pendidikan, lalu sisanya dapat diselesaikan oleh pemerintah.
Jika ada yang bertanya, hal seperti apa yang dapat dilakukan oleh masjid untuk mengatasi kesenjangan sosial? Jawabannya banyak hal yang dapat dilakukan dengan menggunakan kas yang dimiliki. Misalnya masjid membuat koperasi dimana uang yang diputar hanya dioperasikan untuk modal usaha, dengan catatan si pelaku usaha akan mengembalikan modalnya ketika usahanya sukses, dan wajib membantu sesamanya dengan memberikan modal usaha, dan seterusnya berputar seperti itu.
Lalu, di saat yang sama masjid dapat berkolaborasi dengan Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) dan Karang Taruna agar tersedia tenaga pendamping dan analis pasar, bagi masyarakat yang ingin membuka usaha. Jadi ada semacam pembekalan dan motivasi sebelum membuka usaha.
Selain itu, masjid dengan kas yang dimiliki juga dapat membuka kesempatan pendidikan untuk rakyat miskin. Ini masih merupakan bagian integral dari kesenjangan sosial, artinya dengan program pendidikan kesenjangan sosial juga akan teratasi, terutama dalam konteks kesempatan yang selama ini sulit untuk diperoleh oleh rakyat tidak mampu sehingga menambah panjang daftar kesenjangan sosial.
Sudah saatnya masjid dihadirkan sebagai pembawa perubahan, sudah saatnya masjid memberikan dampak sosial secara signifikan dalam kehidupan praktis masyarakat, sudah saatnya masjid hadir sebagai penggerak kemajuan sosial, sudah saatnya masjid tidak lagi berdiri sebagai bangunan mati tetapi bangunan peradaban yang indah.
Sebagai catatan: memang ide ini tidak mudah, tetapi tidak mustahil. Memang sulit untuk meyakini bahwa masjid dapat menuntaskan kesenjangan sosial, tetapi percayalah pasti akan berkurang.
Ditulis oleh Rajib Al-Nujud, Pengurus Mawara