Arak Cinta

Ilustrasi penyuguh arak.

[Renungan Ghazal Pertama Hafiz Syirazi; Part 1]

Oh, wahai penyuguh, gilirlah cawan dan tumpahkanlah araknya

Ternyata cinta nampak mudah dimula, namun derita tiba setelahnya

 

Agak unik bagaimana Hafiz, seorang penyair tersohor muslim, memulai ghazal-nya dengan rayuan untuk penyuguh arak. Ia sampai harus membujuknya agar berkenan keliling dan menggilir cawan. Sebagai seorang muslim, pertanyaan wajar yang mungkin muncul ialah kenapa Hafiz harus merayu demi cawan arak? Bukankah arak itu memabukkan dan haram hukumnya? Mungkinkah ada Arak lain yang memabukkan tetapi tidak haram? Apa hubungan arak dengan cinta yang ia sebutkan di baris kedua syairnya?

Semua latar ini menimbulkan praduga tak bersalah bahwa arak yang dirindukan seorang penyair sekaligus penghafal Al-Qur’an itu bukanlah arak anggur. Apalagi, yang menjadi keresahan Hafiz di baris kedua syairnya ialah penderitaan cinta. Emang bisa arak anggur menghilangkan penderitaan cinta? Emang bisa arak anggur menyembuhkan luka cinta? Emang bisa arak anggur menghapus dahaga cinta? Emang bisa…?

Arak anggur, jika memiliki efek healing, kayaknya cuma bisa jadi penawar sementara. Bisa ngga si penawar sementara layak disebut sebagai penawar? Mungkin yang seperti ini lebih cocok disebut sebagai painkiller atau pereda. Bahkan, jika dipertimbangkan efek samping dan mudaratnya, boleh jadi kita akan sadar bahwa itu tak lebih dari sekadar pengalih. Ya, bukan pereda, apalagi penawar, ia cuma pengalih. Jadi, tak ada penderitaan, luka, dan dahaga cinta yang benar-benar bisa dipulihkan oleh arak jenis anggur. Lalu, arak manakah yang bisa memulihkan penderitaan tersebut?

Dalam syair ini, Hafiz telah menyebutkan salah satu sifat utama dari arak yang dimaksud. Arak itu sepertinya harus berupa arak tanpa batas. Arak yang bisa free refill dan disuguhkan terus-menurus. Dari mana kita bisa menarik kesimpulan ini? Dari kata “menggilir”. Soalnya gerakan menggilir ialah gerakan berputar. Terus, kalau gerakan berputar jadi tanpa batas gitu?

Iya. Secara garis besar, gerakan dapat dibagi dalam dua kategori: gerakan lurus dan gerakan berputar. Gerakan lurus adalah simbol bagi gerakan berujung dan terbatas, karena konsep garis lurus melazimkannya memiliki awal dan akhir. Dalam konteks ini, garis bengkok pun, selama masih ada ujungnya, tetap tergolong dalam kategori “garis lurus”. Sementara itu, gerakan berputar adalah simbol bagi gerakan tanpa ujung dan tanpa batas, karena konsep dasar lingkaran ialah sesuatu yang tak memiliki awal dan akhir, hanya memiliki keliling.

Kira-kira, mungkin begini rumusan logisnya:

Menggilir adalah gerakan berputar

Gerakan berputar tidak memiliki awal dan akhir

Sesuatu yang tidak memiliki awal dan akhir merupakan sesuatu yang tanpa batas

Maka, arak yang digilir adalah arak tanpa batas

Kesan “tanpa batas” dan “terus-menerus” ini penting untuk mengantisipasi kekurangan arak anggur. Sebab, sekuat apapun sifat anggurnya, efeknya tetap temporal. Boleh jadi inilah yang menyebabkan tarian sufi identik dengan gerakan whirling. Mungkin hal ini pula yang mendorong Hafiz menggubah dalam syair lainnya:

Ketika putaran telah sampai pada para pecinta,

ia pasti menjadi rantai tanpa kesudahan

Anyway, karena arak yang dimaksud Hafiz merupakan arak tak terbatas, enaknya dia kita sebut apa ya? Supaya megah, mungkin saya sebut “arak azali” aja ya. Arak azali itu, pada baris kedua, disebut Hafiz sebagai ‘isyq atau kecintaan. Maka, arak azali adalah arak cinta. Ini lebih klop. Soalnya, cinta hakiki itu tidak berujung. Hanya cinta hakiki yang akan terus mendalam dan makin dalam.

Kendati demikian, ngga semua orang bisa menyelami kedalaman arak cinta, sebagaimana tidak semua orang sanggup meminum arak terus-terusan. Kalau boleh diparafrase, Hafiz seperti mau bilang cinta itu mudah untuk diperoleh awalnya, namun sulit untuk dijaga komitmennya. Ketika kita tiba di episode lanjut dari kisah cinta, tidak semua kita bisa tetap menjaga, apalagi menambah, api cinta yang pernah kita rasakan pada episode pertama.

Melalui syairnya, Hafiz seolah hendak menegaskan bahwa cinta pada episode pertama hanya memerlukan insting, karena setiap manusia memang diciptakan dengan kemampuan untuk mencinta. Oleh sebab itu, tidak perlu effort lebih untuk sekadar mencinta. Ia akan tumbuh dan berbunga begitu saja di hati kita.

Namun, episode pertama tentu bukan seluruh kisah cinta. Akan datang penderitaan demi penderitaan yang menguji keteguhan cinta kita. Saat penderitaan menerpa, barulah akan nampak mana yang bunga cintanya tetap mekar di setiap musim, dan mana yang bunga cintanya hanya mekar di musim pertama. Di setiap cinta terkandung darah dan pengorbanan, sehingga Hafiz harus berkata: ternyata cinta nampak mudah dimula, namun derita tiba setelahnya. Demikian sulitnya menapaki jalan cinta, sebagian sampai harus disisihkan, diasingkan, bahkan digantung layaknya Manshur al-Hallaj.

Terlepas dari itu, hanya cinta lah yang dapat mengobati penderitaan cinta. Maka, hanya arak cinta lah yang dapat menghilangkan dahaga cinta. Cinta yang terus membaharu adalah cinta yang dituang secara bergilir. Dan satu-satunya penyuguh yang dapat berputar tanpa awal dan akhir hanyalah Dia, Sang Pemilik Cinta.

Barangkali, set up ini juga yang membuat Tuhan bertanya: emang bisa iman tanpa penderitaan? (Al-Ankabut [29]: 2).

Entahlah, mungkin begitu maksud Hafiz menggubah cerita arak, cawan, cinta, dan penderitaan. (MHR).

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× How can I help you?